Seluruh alam beserta isinya bertasbih atas kebesaran Sang Pencipta, Alloh SWT. Begitu juga dengan cinta, maka sebaik baik cinta adalah mencintaiNya pun mencintai dan di cintai karenaNya

Kamis, 08 Juli 2010

skripsiku STKIP PGRI NGANJUK 2008

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah salah satu negara dari negara – negara di dunia yang masih dikategorikan sebagai negara berkembang. Dalam rangka proses memajukan bangsa dan negara maka pemerintah pada saat ini melaksanakan berbagai macam program yang meliputi berbagai aspek kehidupan, termasuk didalamnya adalah program pembangunan segala bidang. Seperti yang telah diketahui bahwa pembangunan yang sedang dilaksanakan sekarang ini bukan hanya difokuskan pada pembangunan yang bersifat fisik atau materi saja tetapi juga pembangunan yang bersifat nonfisik, termasuk didalamnya adalah pembangunan di bidang pendidikan.
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki keterampilan hidup (life skills) sehingga memiliki kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.

Usaha pembangunan di bidang pendidikan itu sangat dirasakan penting bagi kemajuan bangsa dan negara, karena untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan bangsa tanpa melalui pendidikan sulit untuk terwujudkan. Pendidikan bagi bangsa Indonesia merupakan bagian dari seluruh bidang pembangunan. Sekolah sebagai bagian dari masyarakat tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh pembangunan tersebut. Karena itu sekolah sebagai lembaga pendidikan formal perlu sekali untuk tanggap terhadap perkembangan yang terjadi diluar sekolah terutama kehidupan masyarakat dan kebutuhan pembangunan.
Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; serta (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Sementara itu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang bedemokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan fungsi dan tujuan tersebut, Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sesuai dengan prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pendidikan nasional yaitu:
1. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa;
2. Satu kesatuan yang sistematik dengan sistem terbuka dan multimakna,
diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat;
3. Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran;
4. Mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat; dan
5. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Demikian juga yang tercantum pada Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa:
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan al akhlaq karimah.
2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945 yang berakar pada nilai – nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
3. Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
4. Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945.
5. Pendidikan nasional Indonesia berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Rumusan yang tercantum diatas merupakan dasar fundamental dalam menyelenggarakan pendidikan di Indonesia, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi serta jenis pendidikan formal dan pendidikan nonformal yang lain.
Di masa sekarang ini pendidikan menjadi perhatian pemerintah sebab pendidikan merupakan salah satu tolok ukur kemajuan bangsa. Berbagai usaha terus menerus diupayakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Usaha – usaha tersebut antara lain dengan mengubah strategi pendidikan nasional, melalui penyempurnaan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga pendidikan dan perbaikan metode pembelajaran.
Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan pemerintah telah melakukan – melakukan berbagai kegiatan antara lain: pengembangan kurikulum termasuk cara penyajian dan cara belajar pada umumnya, pengadaan buku – buku, alat - alat peraga, penataran guru dan sebagainya.
Kegiatan pembelajaran di kelas merupakan hal yang paling penting dari keseluruhan proses pendidikan. Keberhasilan kegiatan pembelajaran di kelas dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dua faktor penting yang menentukan keberhasilan kegiatan pembelajaran adalah faktor guru dan siswa. Hal ini disebabkan guru dan siswa yang terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Siswa merupakan subyek yang menjadi sasaran pendidikan, sedangkan guru adalah subyek yang sangat berperan dalam usaha membelajarkan siswa.
Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi dianggap gagal menghasilkan peserta didik yang aktif, kreatif dan inovatif. Peserta didik berhasil mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali peserta didik memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Oleh karena itu perlu adanya perubahan pendekatan pembelajaran yang lebih bermakna sehingga dapat membekali peserta didik dalam menghadapi permasalahan kehidupan yang dihadapi sekarang maupun yang akan datang. Pendekatan yang cocok untuk hal diatas adalah Pembelajaran kontekstual (CTL).
Pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak "bekerja" dan "mengalami" sendiri apa yang dipelajarinya, bukan sekedar "mengetahuinya". Pembelajaran tidak hanya sekedar kegiatan mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi bagaimana siswa mampu memaknai apa yang dipelajarinya itu. Oleh karena itu strategi pembelajaran lebih utama dari sekedar hasil. Dalam hal ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka menyadari bahwa apa yang dipelajari akan berguna bagi hidupnya kelak. Dengan demikian, mereka akan belajar dengan penuh semangat dan penuh kesadaran.
Dipengaruhi oleh pandangan ilmiah baru abad ke-20 yang beranggapan bahwa kenyataan ada dalam hubungan – hubungan, yang melihat bahwa suatu kesatuan melebihi jumlah dari bagian – bagiannya, para pendidik sekarang merasa perlu berpikir ulang tentang cara kita mengajar. Pendekatan pembelajaran kontekstual, sebagai sebuah sistem mengajar, didasarkan pada pemikiran bahwa makna akan muncul dari hubungan antara isi dan konteksnya. Konteks memberikan makna pada isi. Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam suatu konteks yang luas, semakin bermaknalah isinya bagi mereka. Semakin mampu siswa mengaitkan pelajaran – pelajaran akademis mereka dengan konteks ini, semakin banyak makna yang akan mereka dapatkan dari pelajaran tersebut. Mampu mengerti makna dari pengetahuan dan ketrampilan akan menuntun pada penguasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan.
Pendekatan pembelajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya, para siswa melihat makna dalam tugas sekolah. Ketika para siswa menyusun proyek atau menemukan permasalahan yang menarik, ketika mereka membuat pilihan dan menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik kesimpulan, ketika mereka secara aktif memilih atau menyusun, mengatur, menyetuh, merencanakan, menyelidiki, mempertanyakan serta membuat keputusan , mereka mengaitkan isi akademis dengan konteks dalam situasi kehidupan, dengan cara ini mereka menemukan makna.
Pendekatan pembelajaran kontekstual adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek – subjek akademik dengan konteks dala kehidupan sehari – hari mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka.
Pembelajaran kontekstual akan mendorong kearah belajar aktif. Belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Bidang studi matematika ditinjau dari aspek kompetisi yang ingin dicapai merupakan bidang studi yang yang menekankan penguasaan konsep dan algoritma disamping kemampuan memecahakan masalah. Ditinjau dari aspek materi pelajaran, cakupan atau ruang lingkup pelajaran matematika SMA meliputi logika, aljabar, kalkulus, geometri, trigonometri, dan statistika. Disamping itu matematika juga bersifat hirarkis, artinya suatu materi merupakan prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.
Matematika khususnya pada kompetensi dasar diferensial dapat diterapkan dengan pendekatan pembelajaran kontekstual dengan membuat keterkaitan antara materi pelajaran dengan masalah - masalah dalam kehidupan nyata.
Berdasarkan pemikiran diatas penulis terdorong untuk meneliti tentang “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada Kompetensi Dasar Diferensial Siswa Kelas XI Semester II SMA Negeri I Kertosono Nganjuk Tahun Pelajaran 2007/2008”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan dan judul penelitian yang telah tercantum diatas, maka dalam penelitian ini dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual pada pelajaran matematika kompetensi dasar diferensial siswa kelas XI semester II SMA Negeri I Kertosono kabupaten Nganjuk tahun pelajaran 2007/2008?
2. Bagaimana prestasi belajar matematika pada kompetensi dasar diferensial siswa kelas XI semester II SMA Negeri I Kertosono kabupaten Nganjuk tahun pelajaran 2007/2008?
3. Adakah pengaruh pendekatan pembelajaran kontekstual terhadap prestasi belajar matematika pada kompetensi dasar diferensial siswa kelas XI Semester II SMA Negeri I Kertosono Nganjuk Tahun Pelajaran 2007/2008?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang ada maka tujuan penelitian yang dapat dirumuskan penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mendapatkan informasi tentang penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual pada pelajaran matematika kompetensi dasar diferensial siswa kelas XI semester II SMA Negeri I Kertosono kabupaten Nganjuk tahun pelajaran 2007/2008.
2. Untuk mendapatkan informasi tentang prestasi belajar matematika pada kompetensi dasar diferensial siswa kelas XI semester II SMA Negeri I Kertosono kabupaten Nganjuk tahun pelajaran 2007/2008.
3. Untuk mengetahui tentang adakah pengaruh pendekatan pembelajaran kontekstual terhadap prestasi belajar matematika pada kompetensi dasar diferensial siswa kelas XI semester II SMA Negeri I Kertosono kabupaten Nganjuk tahun pelajaran 2007/2008.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat atau kegunaan penelitian ialah untuk menyelidiki keadaan dari, alasan untuk, dan konsekuensi terhadap suatu set keadaan khusus. Keadaan tersebut bisa dikontrol melalui percobaan (eksperimen) ataupun berdasarkan observasi tanpa kontrol. Penelitian memegang peranan yang amat penting dalam memberikan fondasi terhadap tindak dan keputusan dalam segala aspek pembangunan. Adalah sangat sulit, bahkan tidak mungkin sama sekali, untuk memperoleh data yang terpercaya yang dapat digunakan dalam perencanaan pembangunan, jika penelitian tidak pernah diadakan, serta kenyataan – kenyataan tidak pernah diuji dulu melalui sebuah penelitian. Tidak ada satu negara yang sudah maju dan berhasil dalam pembangunan, tanpa melibatkan banyak daya dan dana dalam bidang penelitian. (M. Nazir, 2005:24)
Dengan adanya penelitian ini, maka akan diperoleh pengalaman yang bersifat alamiah dalam hal penerapan pendekatan pembelajaran yang mungkin akan bisa sedikit memberikan jawaban dari sekian banyak permasalahan yang berhubungan dengan pendidikan khususnya dalam hal penerapan pendekatan pembelajaran, selain itu diharapkan juga akan bermanfaat bagi:
1. Penulis
a. Untuk melatih mengembangkan ketrampilan menulis ilmiah dan menerapkan teori – teori yang diperoleh dalam perkuliahan.
b. Menambah khazanah ilmu pengetahuan penulis dalam hal pendekatan pembelajaran.
c. Menambah pengalaman dalam hal penerapan pendekatan metode pembelajaran, khususnya penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual.
d. Menambah pengalaman penulis tentang sistem penilaian maupun evaluasi dalam pendidikan yang baik dan sesuai untuk diterapkan terhadap siswa atau peserta didik.
2. Guru
a. Sebagai bahan masukan dalam menentukan strategi pembelajaran yang tepat, serta dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran.
b. Meningkatkan profesionalisme dan kemampuan guru dalam kegiatan pembelajaran.
c. Sebagai sumbangan pemikiran dalam upaya pengembangan pendekatan pembelajaran dalam bidang studi matematika.
3. Siswa
a. Memberikan kepada siswa suasana pendekatan pembelajaran yang baru khususnya tentang pendekatan pembelajaran kontekstual dalam usaha mencapai prestasi belajar.
b. Membantu siswa menemukan makna dari apa yang telah mereka pelajari dalam pelajaran di sekolah mereka.
c. Memberikan kepada siswa semangat dan pemahaman yang baru dalam hal belajar.
4. SMA Negeri I Kertosono Kabupaten Nganjuk
a. Memberi informasi yang baru tentang hasil penelitian yang digunakan dalam peningkatan prestasi belajar matematika.
b. Umpan balik bagi guru atau pengajar matematika untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar.
c. Memberi masukan bahwa penerapan pendekatan kontekstual sebagai salah satu upaya menyukseskan tujuan pendidikan.
5. STKIP PGRI Nganjuk
a. Menambah pengetahuan tentang pentingnya pendekatan pembelajaran kontekstual dalam proses belajar mengajar.
b. Untuk bahan bacaan bagi para mahasiswa jurusan Pendidikan Matematika guna menambah pengetahuan tentang pendekatan pembelajaran kontekstual.

E. Definisi, Asumsi dan Keterbatasan
1. Definisi
Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran berbagai istilah yang ada dalam penelitian ini, penulis kiranya perlu menjelaskan definisi dari beberapa istilah yang ada.
a. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
"Pengaruh adalah daya yang menyebabkan sesuatu terjadi, sesuatu yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain". (Badudu dan Zain, 2001:1031).
Sedangkan W.J.S. Poerwadarminta (2006:849) mengemukakan bahwa "pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu atau orang atau benda yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan".
Seperti yang tercantum dalam kamus besar bahasa Indonesia (Depdiknas, 2002:246) secara etimologis atau harfiah kata "pendekatan berarti proses cara, perbuatan mendekati (hendak berdamai, bersahabat dsb), usaha didalam rangka aktifitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, usaha untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian".
"Pembelajaran adalah proses cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar". (Depdiknas, 2002:17)
"Kontekstual berarti bersifat, sesuai dengan, berhubungan dengan, berdasarkan konteks" (Surawan Martinus, 2001: 313).
Pendekatan pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong membuat hubungan anatara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari – hari. (Kunandar, 2006: 274).
Dari beberapa definisi di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa pengaruh pendekatan pembelajaran kontekstual adalah daya yang ada atau timbul dari konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong membuat hubungan anatara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari – hari yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan.
b. Pengertian prestasi belajar
"Prestasi adalah hasil yang dicapai dari apa yang dikerjakan atau yang sudah dilakukan". (Badudu dan Zain, 2001:1088).
"Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan atau dikerjakan)" (Depdiknas, 2002:895).
"Prestasi adalah hasil yang telah dicapai atau dilakukan, dikerjakan dan sebagainya" (W.J.S. Poerwadarminta, 2006:910).
"Belajar adalah berusaha memahami sesuatu, berusaha memperoleh ilmu pengetahuan, berusaha agar dapat terampil mengerjakan sesuatu" (Badudu dan Zain, 2001:19).
"Belajar adalah berusaha beroleh kepandaian (ilmu dan sebagainya) dengan menghafal (melatih diri dsb)". (W.J.S. Poerwadarminta, 2006:15)
"Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu" (Depdiknas, 2002:17).
"Matematika adalah ilmu menghitung dengan menggunakan bilangan – bilangan, ilmu nhitung modern". (Badudu dan Zain, 2001:724).
"Matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan" (Depdiknas, 2002:723).
Dari beberapa pengertian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah hasil karya yang telah dicapai dari suatu perubahan tingkah laku dan respon akibat pengalaman - pengalaman dalam belajar matematika.
c. Kompetensi dasar diferensial
"Kompetensi adalah kewenangan atau kekuasaan untuk menentukan (atau memutuskan sesuatu) kemampuan untun menguasai gramatik suatu bahasa secara abstrak atau batiniah" (Depdiknas, 2002:584). "Kompetensi adalah kewenangan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal". (W.J.S. Poerwadarminta, 2006:608).
"Kompetensi adalah kewenangan atau hak untuk menentukan atau memutuskan sesuatu". (Badudu dan Zain, 2001:709).
"Dasar adalah bagian bawah sekali, alas, lantai, lapisan yang paling bawah" (Badudu dan Zain, 2001:313).
"Dasar adalah bagian yang terbawah, alas, pondasi" (W.J.S. Poerwadarminta, 2006:267).
"Diferensial adalah menunjukkan atau berhubungan dengan perbedaan" (Badudu dan Zain, 2001:343).
"Diferensial adalah beda, selisih yang kecil, cabang kalkulus yang berkaitan dengan penurunan derivatif" (A. Hadyana Pudjaatmaka, 2002:183).
"Kompetensi dasar merupakan sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam mata pelajaran tertentu" (BSNP, 2006:15)
Dalam hal ini kompetensi dasar diferensial adalah bagian dari mata pelajaran matematika yang diajarkan dikelas XI SMA Negeri I Kertosono.
d. Kelas XI adalah Semua semua kelas XI semester II SMA Negeri I Kertosono Kabupaten Nganjuk tahun pelajaran 2007/2008.

2. Asumsi
"Setelah peneliti menjelaskan permasalahan secara jelas, yang dipikirkan selanjutnya adalah suatu gagasan tentang letak persoalan atau masalahnya dalam hubungan yang lebih luas. Dalam hal ini penulis harus dapat memberikan sederetan asumsi yang kuat tentang kedudukan permasalahanya. Asumsi yang harus diberikan tersebut, diberi nama asumsi dasar atau anggapan dasar. Anggapan dasar ini merupakan landasan teori di dalam pelaporan hasil penelitian nanti". (Suharsimi Arikunto, 2006:65)
Dalam hal ini, penulis memandang perlu mengasumsikan hal - hal sebagai berikut:
a. Jika pelaksanaan pendekatan pembelajaran kontekstual ini berhasil, maka akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika kompetensi dasar diferensial.
b. Jika pelaksanaan pendekatan pembelajaran kontekstual ini berhasil, maka akan membantu siswa dalam menemukan makna dari materi pelajaran yang diajarkan dikelas mereka, sehingga akan memberikan semangat dan cara berpikir yang baru bagi peserta didik dalam hal belajar.
c. Keberhasilan prestasi belajar matematika pada kompetensi dasar diferensial bisa dilihat dari keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emosional dan juga hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang membentuk kepribadian siswa dengan tingkat kecerdasan yang baik.
d. Sekolah dikatakan berkualitas atau bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi siswa menunjukkan pencapaian yang tinggi, baik prestasi akademik maupun non akademik.
3. Keterbatasan
Untuk memperjelas ruang lingkup permasalahan, maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri I Kertosono Kabupaten Nganjuk Tahun Pelajaran 2007/2008.
b. Materi matematika dalam penelitian ini terbatas pada kompetensi dasar diferensial.
c. Diantara tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan baik tidaknya pendekatan pembelajaran kontekstual terhadap prestasi belajar matematika pada kompetensi dasar diferensial siswa kelas XI SMA Negeri I Kertosono Kabupaten Nganjuk tahun pelajaran 2007/2008. Dalam penelitian ini baik tidaknya prestasi belajar matematika hanya diteliti yang ada hubungannya dengan penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara – negara maju dengan nama beragam. Di negara belanda disebut dengan istilah Realistic Matemathics Education (RME) yang menjelaskan bahwa pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan sehari – hari peserta didik. Di Amerika di sebut dengan istilah Contextual Theaching Learning (CTL) yang intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi peserta didik untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan sehari – hari mereka.
Beberapa pengertian tentang pendekatan pembelajaran kontekstual menurut para ahli pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Johnson (2002) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari – hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya.
b. The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning (2001) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan diluar sekolah untuk memecahkan seluruh pesoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah – masalah riil yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, siswa dan selaku pekerja.
c. Center on Education and Work at the University of Wisconsin Madison (2002) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan – hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, masyarakat dan pekerja serta meminta ketekunan dalam belajar.
d. Seperti yang dikemukakan oleh Kunandar,(2006:274) maka pengertian pembelajaran kontekstual ( Contextual Teaching And Learning atau CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antar pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari – hari.
Dari beberapa pengertian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual adalah suatu bentuk usaha berupa konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antar pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari – hari untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan seefektif dan seefisien mungkin.
2. Alasan Pengembangan Pembelajaran Kontekstual
Seperti yang dikemukakan oleh Kunandar, (2006:272) alasan pengembangan pembelajaran kontekstual adalah:
a. Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta – fakta yang harus di hafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi belajar baru yang lebih memberdayakan peserta didik.sebuah strategi belajar yang tidak mengaharuskan siswa menghafal fakta – fakta, sebuah strategi yang mendorong siswa mengontruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.
b. Melalui landasan konstruktifisme pembelajaran kontekstual dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru.
Sedangkan Johnson (2002) mengemukakan tentang mengapa kita menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL), diantaranya karena alasan – alasan berikut ini:
a. Pembelajaran kontekstual adalah salah satu topik hangat dalam dunia pendidikan saat ini. Penting bagi kita melihat bagaimana cara pandang baru, yang muncul dari ilmu pengetahuan, mengubah sikap kita tentang pendidikan. Penemuan ilmiah terbaru saat ini memberi tahu kita bahwa justru hubungan antar bagian – bagian tersebutlah yaitu konteksnya yang memberikan makna.
b. Keterbatasan pendidikan tradisional
Perbedaan Pendekatan Kontekstual Dengan Pendekatan Tradisional

NO CTL TRADISONAL
1. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa Pemilihan informasi di-tentukan oleh guru
2. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran Siswa secara pasif menerima informasi
3. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata-masalah yang disimulasikan Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
4. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan
5. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu
6. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok) Waktu belajar siswa se-bagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan yang membosankan (melalui kerja individual)

7. Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan
8. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan
9. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor
10. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut keliru dan merugikan Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman
11. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
12. Pembelajaran terjadi di
berbagai tempat, konteks dan setting Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas
13. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.

c. Menolak dualisme serta menyatukan pemikiran dan tindakan.
Para guru pada awalnya mencoba menjalankan CTL karena akal sehat dan pengalaman memberi tahu mereka bahwa menggabungkan antara abstrak dan nyata, pikiran dan tindakan, konsep dan praktik akan membantu para siswa mempelajari materi akademik. Tanpa menyadari hal itu, mungkin para guru ini akan terlibat dalam dualisme yang melumpuhkan yang telah menimpa sistem pendidikan. Dualisme ini memisahkan sisi abstrak dan sisi nyata. Sisi abstrak yaitu gagasan – gagasan, konsep, pengetahuan itu sendiri, dan kumpulan informasi yang telah lama terpisah dari sisi nyata pendidikan. Banyak penganut metode mengajar tradisional masih mempertahan pemisahan ini. Sisi nyata yaitu tindakan praktis dalam dunia keseharian, situasi aktual, masalah – masalah nyata, diminimalkan oleh para pendukung tradisional, seakan sisi tersebut tidak berguna. Para pendukung tradisional bertujuan mengajari kepala bukan tubuh. Mereka mengajak para siswa untuk menyerap; tetapi tidak menggunakan, mendengar; tetap tidak bertindak, berteori; tetapi tidak mempraktikkan. Tugas para siswa adalah mengingat fakta dan gagasan, bukan mengalami gagasan itu di dalam tindakan.
d. Sebuah sistem yang cocok buat otak.
Ketika para guru merancang pelajaran yang menarik perhatian kelima panca indera, setiap indera tersebut dapat membawa pelajaran tersebut ke wilayah otak tertentu yang sesuai. Strategi mengajar ini meningkatkan kemungkinan para siswa dapat menerima pelajaran tersebut. Kegiatan – kegiatan penting seperti mempersiapkan tugas, memecahkan permasalahan nyata, melakukan wawancara, membuat grafik, dan merancang presentasi multimedia akan menempatkan para siswa di dalam lingkungan belajar yang kaya, yang memiliki potensi untuk menarik perhatian kelima indera, serta cocok untuk beragam gaya belajar dan membangkitkan banyak minat.
3. Tiga Prinsip Ilmiah Dalam Pembelajaran Kontekstual
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Johnson (2002), ada tiga prinsip ilmiah dalam pembelajaran kontekstual (CTL) yaitu:
a. Prinsip kesaling-bergantungan
Prinsip kesaling-bergantungan mengajak para pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik yang lainnya, dengan siswa – siswa mereka, dengan masyarakat, dan dengan bumi. Prinsip itu meminta mereka membangun hubungan dalam semua yang mereka lakukan. Prinsip itu mendesak bahwa sekolah adalah sebuah sistem kehidupan, dan bahwa bagian – bagian dari sistem itu – para siswa, para guru, koki, tukang kebun, tukang sapu, pegawai administrasi, sekretaris, sopir bus, orang tua, dan teman-teman masyarakat berada di dalam sebuah jaringan hubungan yang menciptakan lingkungan belajar. Di dalam sebuah lingkungan belajar, di mana orang-orang menyadari keterhubungan mereka, sistem pembelajaran kontekstual dapat berkembang.
Dengan bekerja sama, para siswa terbantu dalam menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Bekerja sama akan membantu mereka mengetahui bahwa saling mendengarkan akan menuntun pada keberhasilan.


b. Prinsip diferensiasi
Prinsip diferensiasi menyumbangkan kreatifitas indah yang berdetak di seluruh alam semesta. Prinsip diferensiasi mendorong alam semesta menuju keragaman yang tak terbatas, dan hal itu menjelaskan kecenderungan – kecenderungan entitas – entitas yang berbeda untuk bekerja sama dalam bentuk yang disebut simbiosis.
Jika para pendidik percaya dengan para ilmuwan modern bahwa prinsip diferensiasi yang dinamis ini meliputi dan mempengaruhi bumi dan semua sistem kehidupan, maka mereka pasti akan mengajar dengan prinsip itu. Mereka akan melihat pentingnya di sekolah – sekolah dan kelas – kelas untuk meniru saran prinsip tersebut untuk menuju kreativitas, keragaman, keunikan, dan kerjasama. Mereka yang mengajar dengan pembelajaran kontekstual telah meniru ciri – ciri utama prinsip diferensiasi.
Seandainya diferensiasi menghilang, maka pikiran dan perasaan kita akan sama. Musik akan menjadi satu nada; para seniman akan melukis subjek yang sama; para penyair akan menggunakan gambaran yang sama. Kesamaan akan membuat hidup datar dan gersang.
c. Prinsip pengaturan diri
Prinsip pengaturan diri meminta para pendidik untuk mendorong setiap siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Untuk menyesuaikan dengan prinsip ini, sasaran utama pendekatan pembelajaran kontekstual adalah menolong para siswa mencapai keunggulan akademik, memperoleh ketrampilan karir, dan mengembangkan karakter dengan cara menghubungkan tugas sekolah dengan pengalaman serta pengetahuan pribadinya. Ketika para siswa menghubungkan materi akademik dengan konteks keadaan pribadi mereka, mereka terlibat dalam kegiatan yang mengandung prinsip pengaturan diri. Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi, dan dengan kritis menilai bukti. Mereka bergabung dengan yang lain untuk memperoleh pengertian yang baru dan untuk memperluas pandangan mereka. Dalam melakukan hal tersebut, para siswa menemukan minat mereka, keterbatasan mereka, kemampuan mereka bertahan, dan kekuatan imajianasi mereka. Mereka menenukan siapa diri mereka dan apa yang bisa mereka lakukan. Mereka menciptakan diri mereka sendiri.
4. Komponen Pembelajaran Kontekstual
Sedangkan menurut Kunadar, (2006) bahwa pendekatan pembelajaran kontekstual memiliki 7 komponen antara lain:
a. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah landasan berfikir pembelajaran kontekstual yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Ciri-ciri guru yang telah mengajar dengan pendekatan konstruktivisme adalah sebagai berikut:
1) Guru adalah salah satu dari berbagai sumber belajar, bukan satu-satunya sumber belajar.
2) Guru membawa siswa masuk kedalam pengalaman-pengalaman yang menantang konsepsi pengetahuan yang sudah ada dalam diri mereka.
3) Guru membiarkan siswa berfikir setelah disuguhi beragam pertanyaan-pertanyaan guru.
4) Guru menggunakan teknik bertanya untuk memancing siswa berdiskusi anatara satu dengan yang lain.
5) Guru menggunakan istilah-istilah kognitif, seperti klasifikasikan, analisislah, dan ciptakanlah ketika merancang tugas–tugas.
6) Guru membiarkan siswa bekerja secara otonom dan atas inisiatif sendiri.
7) Guru menggunakan data mentah dan sumber-sumber primer bersama-sama dengan bahan-bahan pelajaran yang dimanipulasi.
8) Guru tidak memisahkan antara tahap "mengetahui" dan proses "menemukan", dan
9) Guru mengusahakan agar siswa dapat mengomunikasikan pemahaman mereka karena dengan begitu mereka benar-benar sudah belajar.
b. Inquiry (menemukan)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual yang berpendapat bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Semua mata pelajaran dapat menggunakan pendekatan inkuiri. Kata kunci dari strategi inkuiri adalah "siswa menemukan sendiri".
Langkah-langkah pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan masalah.
2) Mengumpulkan data melalui observasi dan pengamatan.
3) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya.
4) Mengomunikasikan atau menyajiakan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiens yang lain.
5) Mengevaluasi hasil temuan bersama.
c. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama denagn orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang sudah tahu kepada yang belum tahu. Dalam kelas kontekstual, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu mengajari yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat dan sebagainya.
Metode pembelajaran dengan teknik masyarakat belajar (learning community) ini sangat membantu proses pembelajaran di kelas. Praktikya dalam pembelajaran terwujud dalam:
1) Bekerja dalam pasangan ;
2) Pembentukan kelompok kecil;
3) Pembentukan kelompok besar;
4) Mendatangkan ahli ke kelas;
5) Bekerja dengan kelas sederajat;
6) Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya;
7) Bekerja dengan sekolah di atasnya;
8) Bekerja dengan masyarakat.
d. Permodelan (Modeling)
Permodelan artinya dalam sebuah pembelajarn ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Permodelan pada dasaranya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang di inginkan guru agar siswa-siswanya melakukan. Permodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep dan aktivitas belajar.
e. Refleksi
Refleksi adalah cara berpkir tentang apa yang baru saja dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima.
Perwujudannya dapat berupa:
1) Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh pada hari itu.
2) Catatan atau jurnal di buku siswa.
3) Kesan dan saran mengenai pembelajaran pada hari itu.
4) Diskusi
5) Hasil karya.
f. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang selalu bermula dari bertanya. Bertanya dalam pembelajaran sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran berbasis inkuiri., yaitu menggali informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Dalam aktivitas belajar kegiatan bertanya dapat diterapkan; anatar siswa dengan siswa, antar guru dengan siswa, antar siswa dengan guru, antar siswa dengan orang lain dan sebagainya.
Kegiatan bertanya dalam pembelajaran berguna untuk:
1) Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis.
2) Mengecek pemahaman siswa;
3) Memecahkan permasalahan yang dihadapi;
4) Membangkitkan respons kepada siswa;
5) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa;
6) Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui oleh siswa;
7) Menfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru;
8) Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa;
9) Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
Kegiatan bertanya dapat diterapkan antar siswa dengan siswa, antar siswa dengan guru, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
g. Penilaian sebenarnya (Authentic assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) adalah kegiatan menilai siswa yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrument penilaian. Ciri-ciri penilaian autentik adalah:
1) Harus mengukur semua aspek pembelajaran: proses, kinerja dan produk;
2) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung;
3) Menggunakan berbagai cara dan sumber;
4) Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian;
5) Tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan bagian-bagian kehidupan siswa yang nyata setiap hari, mereka harus dapat menceritakan pengalaman atau kegiatan yang mereka lakukan setiap hari;
6) Penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian siswa, bukan keluasannya (kuantitasnya);
Sementara itu, karakteristik authentic assessment adalah sebagai berikut:
1) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung;
2) Bisa dipergunakan untuk formatif maupun sumatif;
3) Yang diukur ketrampilan dan performansi, bukan mengingat fakta;
4) Berkesinambungan dan terintegrasi;
5) Dapat digunakan sebagai feed back.
Hal-hal yang bisa dipergunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa:
1) Proyek/kegiatan dan laporannya;
2) Hasil tes tulis;
3) Portofolio (kumpulan karya siswa selama satu semester atau satu tahun)
4) Pekerjaan rumah;
5) Kuis;
6) Karya siswa;
7) Presentasi atau penampilan siswa;
8) Demonstrasi;
9) Laporan;
10) Jurnal;
11) Karya tulis;
12) Kelompok diskusi;
13) Wawancara.
5. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Adapun karakteristik pendekatan pembelajaran kontekstual sebagaimana yang disampaikan Kunandar (2006:274) menurut Johnson (2002 dalam Nurhadi, dkk, 2003) diatas antara lain:
a. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections). Artinya, siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing).
b. Melakukan kegiatan – kegiatan yang signifikan (doing significant work). Artinya, siswa dapat membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.
c. Belajar yang diatur sendiri (self regulated learning)
d. Bekerja sama (collaborating). Artinya, siswa dapat bekerja sama, guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
e. Berpikir kritis dan kreatif (critical anad creative thinking). Artinya, siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat menganalisis, membuat sintesis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika serta bukti-bukti.
f. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Artinya, siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan – harapan yang tinggi, memotivasi, dan memperkuat diri sendiri. Siswa tiadak dapat berhasil tanpa dukungan orang dewasa.
g. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standar). Artiya, siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru memperlihatkan siswa cara mencapai apa yang disebut "exelence".
h. Menggunakan penilaian authentic (using authentic assessment)
Menurut Kunandar (2006) sesuai yang dinyatakan oleh The Northwest Regional Education Laboratory USA mengidentifikasi ada enam kunci dasar dari pembelajaran kontekstual, sebagai berikut:
1) Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi, dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa di dalam mempelajari isi materi pelajaran. Pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan nyata atau siswa mengerti manfaat isi pembelajaran jika mereka merasa berkepentingan untuk belajar demi kehidupannya di masa yang akan datang.
2) Penerapan pengetahuan, yaitu kemampuan siswa untuk memahami apa yang dipelajari dan diterapkan dalam tatanan kehidupan dan fungsi di masa sekarang atau dimasa yang akan datang.
3) Berpikir tingkat tinggi, yaitu siswa diwajibkan untuk memanfaatkan berpikir kritis dan berpikir kreatifnya dalam pengumpukan data, pemahaman suatu isu, dan pemecahan suatu masalah.
4) Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar. Isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, propinsi, nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta dunia kerja.
5) Responsif terhadap budaya: guru harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan, dan kebiasaan siswa, teman, pendidik, dan masyarakat tempat ia mendidik. Ragam individu dan budaya suatu kelompok serta hubungan antar budaya tersebut akan mempengaruhi pembelajarandan sekaligus akan berpengaruhtehadap cara mengajar guru.
6) Penilaian autentik: penggunaan berbagai strategi penilaian, misalnya penilaian proyek/tugas terstruktur kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubrik, daftar cek, pedoman observasi, dan sebagainya.
6. Ciri-ciri pembelajaran kontekstual
Menurut Kunandar (2006:276) ciri-ciri pembelajaran kontekstual antara lain:
a. Adanya kerjasama antara semua pihak;
b. Menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem;
c. Bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda;
d. Saling menunjang;
e. Menyenangkan tidak membosankan;
f. Belajar dengan bergairah;
g. Belajar terintegrasi;
h. Mengggunakan berbagai sumber;
i. Siswa aktif
j. Sharing dengan teman;
k. Siswa kritis guru kreatif;
l. Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor, dan sebagainya.
m. Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, teatapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dan sebagainya.
7. Kata kunci pembelajaran kontekstual
Menurut Kunandar (2006:277) kata kunci pembelajaran kontekstual antara lain:
a. Real World Learning;
b. Mengutamakan pengalaman nyata.
c. Berpikir tingkat tinggi;
d. Berpusat pada siswa;
e. Siswa aktif, kritis, dan kreatif.
f. Pengetahuan bermakna dalam kehidupan;
g. Dekat dengan kehidupan nyata;
h. Perubahan perilaku;
i. Siswa praktik, bukan menghafal;
j. Learning bukan teaching;
k. Pendidikan (Education) bukan pengajaran (Instruction);
l. Pembentukan manusia;
m. Memecahkan masalah;
n. Siswa akting, guru mengarahkan;
o. Hasil belajar di ukur dengan berbagai cara, bukan hanya dengan tes;
8. Fokus Pembelajaran Kontekstual
Menurut Kunandar (2006:278) menyatakan bahwa pembelajaran Kontekstual menempatkan siswa di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memerhatikan faktor kebutuhan individual siswa dan peranan guru. Berkaitan dengan itu, maka pendekatan pembelajaran kontekstual harus menekankan hal-hal sebagai berikut:
a. Belajar berbasis masalah (problem based learning), yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran;
b. Pengajaran autentik (Authentic Intruction), yaitu pendekatan pembelajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna, sesuai dengan kehidupan nyata. Yang mengembangkan ketrampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata.
c. Belajar berbasis inkuiri (Inquiry Based Learning) yang membutuhkan strategi pembelajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna. Belajar bukanlah kegiatan mengkonsumsi melainkan kegiatan memproduksi dengan mengetahui apa yang menjadi kebutuhan keingintahuan dan mencari sendiri jawabannya.
d. Belajar berbasis proyek atau tugas (Project Based Learning) yang membutuhkan suatu pendekatan pembelajaran yang komprehensif dimana lingkungan belajar siswa (kelas) di desain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran dan melakukan tugas bermakna lainnya.
e. Belajar berbasis kerja (Work Based Learning) yang memerlukan pendekatan pembelajaran yang memungkinkan siswa yang menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari pelajaran berbasis sekolah dan materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja.
f. Belajar Berbasis Jasa Layanan (Service Learning) yang memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang mengombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa layanan tersebut, jadi menekankan hubungan antara pengalaman jasa layanan dan pembelajaran akademis. Dengan kata lain, pendekatan ini menyajikan suatu penerapan praktis dari suatu pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagai ketrampilan untuk memenuhi kebutuhan di dalam masyarakat melalui proyek/tugas terstruktur dan kegiatan lainnya.
g. Belajar kooperatif (Cooperative Learning) yang memerlukan pendekatan pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar (Nurhadi, dkk, 2003).

9. Prinsip Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Menurut Kunandar (2006) menyatakan bahwa berkaitan dengan faktor kebutuhan individu siswa, untuk menerapkan pembelajaran kontekstual, guru perlu memegang prinsip pembelajaran sebagai berikut:
a. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental siswa. Artinya, isi kurikulum dan metodologi yang digunakan untuk mengajar harus didasarkan pada kondisi sosial, emosional, dan perkembangan intelektual siswa.
b. Membentuk kelompok belajar yang saling tergantung (Independent Learning Groups). Artinya, siswa harus saling belajar dari sesamanya di dalam kelompok-kelompok kecil dan belajar bekerja sama dalam tim lebih besar (kelas).
c. Menyediakan lingkungan yang mendorong pembelajaran yang mandiri (Self Regulated Learning).
d. Mempertimbangkan keragaman siswa (Diversity of Student). Artinya, di kelas guru harus mengajar siswa dengan berbagai keragamannya, misalnya latar belakang suku bangsa, status sosial ekonomi, bahasa utama yang dipakai dirumah, dan berbagai kekurangan yang mungkin mereka miliki.
e. Memerhatikan multi intelegensia (multiple intelegences) siswa. Artinya dalam pembelajaran kontekstual guru harus memerhatikan kebutuhan dan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa yang meliputi:
1) Kecerdasan verbal linguistic adalah kemempuan menggunakan kata-kata secara efektif baik secara lisan maupun tulisan;
2) Kecerdasan logis matematis adalah kemampuan menggunakan angka secara efektif dan penalaran secara baik;
3) Kecerdasan visual spasial adalah kemampuan untuk mempersepsi pola, ruang, warna, garis, dan bentuk serta mewujudkan gagasan-gagasan visual dan keruangan secara grafis;
4) Kecerdasan kinestetik adalah kemampuan menggunakan gerakan badan untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan serta menyelesaikan problem;
5) Kecerdasan musik adalah kemampuan memahami dan menyusun pola nada, irama, dan melodi.
6) Kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan memahami diri dan bertindak sesuai dengan kemampuannya;
7) Kecerdasan antar pribadi adalah kemampuan memahami perasaan, maksud dan motivasi orang lain
8) Kecerdasan naturalis adalah kemampuan memahami dan mengklasifikasikan tanaman barang tambang dan binatang.
f. Menggunakan teknik-teknik bertanya (Questioning) untuk meningkatkan pembelajaran siswa, pekembangan pemecahan masalah, dan ketrampilan berpikir tingkat tinggi.
g. Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment)
10. Langkah-Langkah Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Untuk Membangun Keterkaitan di Kelas.
Daftar berikut ini mengajak para guru untuk membuat kelas para siswa menjadi tempat yang penuh makna bagi para siswa dengan cara membangun keterkaitan:
a. Pikirkan bagaimana para siswa mendapatkan informasi di kelas anda.
b. Bertanyalah pada diri Anda sendiri: "Apa tujuan utama mata pelajaran ini?" atau "Apa tujuan dari pelajaran kali ini?" Tujuan apa yang ingin saya capai dengan menggunakan pelajaran ini di kelas? Gunakanlah kata kerja aktif.
c. Uji isi mata pelajaran. Mengapa anda memberikan pelajaran tertentu? Apakah mata pelajaran anda memberi para siswa waktu untuk ikut serta secara aktif dalam proses belajar? Beri mereka waktu untuk menemukan makna. Dorong mereka agar menyelidiki materi dengan lebih mendalam.
d. Apakah pelajaran-pelajaran tersebut penting? Apakah pelajaran tersebut mengajak para siswa dalam memproduksi barang-barang nyata bagi orang lain? Apakah pelajaran-pelajaran tersebut mencerminkan kesadaran akan pengalaman masa lalu dan situasi rumah para siswa sendiri?
e. Apakah Anda menggunakan beberapa metode penilaian autentik (authentic assessment) yang mensyaratkan para siswa agar giat belajar sekaligus mampu mempertunjukkan ketrampilan? Tugas-tugas autentik adalah tugas-tugas yang secara alami berhubungan langsung dengan sebuah mata pelajaran. Mereka meniru pekerjaan yang sesungguhnya dilakukan oleh para praktisi.
f. Apakah para siswa mendapat kesempatan untuk menggunakan pemikiran tingkat tinggi – untuk berpikir kritis dan kreatif? Bagaimana cara anda mengajar para siswa seni dari berpikir kritis? Bagaimana anda menanamkan pemikiran kreatif?
g. Sudahkah anda mengajak para siswa untuk bekerjasama sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari bakat siswa lain?
h. Apakah para siswa yang mengambil kelas anda mendapat kesempatan untuk menggunakan fasilitas-fasilitas pendukung, mengumpulkan dan mengatur informasi, bekerja dengan teknologi dan meneliti sistem?
i. Apakah kelas anda menyediakan lingkungan yang aman terjamin dan ramah?
j. Apakah anda sering bertatap muka dengan setiap siswa? Cara lain apa yang Anda gunakan untuk memperlihatkan kepada para siswa bahwa Anda benar-benar peduli dengan mereka dan bersedia membantu mereka?(Johnson,2002)



11. Matematika
a. Pengertian Matematika
Matematika adalah pengkajian logis mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep yang berkaitan. Matematika sering dikelompokkan kedalam tiga bidang: aljabar, analisis dan geometri. Walaupun demikian tidak dapat dibuat pembagian yang jelas karena cabang - cabang ini telah bercampur – baur. Pada dasarnya aljabar melibatkan bilangan dan pengabstrakannya, analisis melibatkan kekontinuan dan limit, sedangkan geometri membahas bentuk dan konsep - konsep yang berkaitan, sains didasarkan atas postulat yang dapat menemukan kesimpulan yang diperlukan dengan asumsi tertentu (Djati Kerami dan Cormbutyua Sitanggang, 2003:158).
b. Hakikat Belajar Matematika
"Hakikat belajar matematika adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti dan hubungan - hubungan serta simbol - simbol, kemudian diterapkannya pada situasi nyata" (H. Hamzah B. Uno, 2007:130).
c. Kompetensi Dasar Diferensial
Ada beberapa pengertian tentang kompetensi menurut pendapat para ahli, diantaranya adalah:
1) "Kompetensi adalah kewenangan atau kekuasaan untuk menentukan (atau memutuskan sesuatu) kemampuan untun menguasai gramatik suatu bahasa secara abstrak atau batiniah" (Depdiknas, 2002:584).
2) "Kompetensi adalah kewenangan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal".(W.J.S. Poerwadarminta, 2006:608)
3) "Dasar adalah bagian bawah sekali alas, lantai, lapisan yang paling bawah" (Badudu dan Zain, 2001:313).
4) "Kompetensi dasar merupakan sejumlah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam mata pelajaran tertentu" (BSNP, 2006:15).
Sedangkan pengertian diferensial adalah sebagai berikut:
1) "Diferensial adalah tehnik numerik untuk memperkirakan turunan f(x) dari suatu fungsi" (Djati Kerami dan Cormbutyua Sitanggang, 2003:61).
2) "Diferensial dikenal sebagai hitung diferensial. Berbicara tentang hitung diferensial, sebenarnya harus dikaitkan dengan pembicaraan mengenai integral, karena hitung diferensial adalah bagian dari kalkulus dan kalkulus meliputi diferensial dan integral" (ST. Negoro dan B. Harahap, 1982: 84)
d. Materi Pelajaran Matematika Kompetensi Diferensial
Teorema dasar kalkulus adalah pernyataan yang menyatakan bahwa dua operasi utama dalam kalkulus adalah diferensial dan integral, yang merupakan operasi yang saling invers. Ini berarti bahwa jika suatu fungsi kontinu mula-mula didiferensialkan dan kemudian diintegralkan, maka fungsi awal dapat diperoleh kembali. Teorema ini memegang peran yang sangat penting dalam kalkulus sehingga ia berhak disebut teorema dasar untuk seluruh kajian kalkulus. Sebagai konskuensinya, kadang-kadang disebut sebagai teorema dasar kalkulus yang kedua, memungkinkan bagi kita untuk menghitung integral dengan menggunakan anti turunan dari fungsi yang diintegralkan. James Steward (2003) dari Universitas McMaster memberikan penghargaan kepada matematikawan Inggris, Isaac Barrow yang mula-mula memunculkan gagasan yang bermuara pada teorema dasar kalkulus itu.
Adapun kompetensi dasar diferensial mencakup beberapa sub kompetensi dasar dibawah ini:
1) Konsep Turunan
2) Turunan Fungsi Aljabar
3) Menentukan Turunan Pertama Fungsi f(x) = xn
4) Rumus Turunan Pertama Suatu Fungsi
5) Turunan Pertama Fungsi Trigonometri
6) Persamaan Garis Singgung Kurva
7) Fungsi Naik dan Fungsi Turun
8) Nilai Stasioner
9) Menggambar Kurva
10) Nilai Maksimun dan Minimum Suatu Fungsi
11) Pemakaian Nilai Maksimum dan Minimum Suatu Fungsi
12) Turunan Kedua Suatu Fungsi
13) Turunan fungsi Parameter
14) Turunan Fungsi Siklometri (Invers Trigonometri)
15) Turunan Fungsi Eksponen dan Logaritma
Sumber: Matematika SMA untuk kelas XI IA (B.K. Noormandiri, 2005).
Disini penulis akan menjelaskan sebagian dari beberapa sub kompetensi dasar di atas, khususnya pada sub kompetensi dasar nilai maksimun dan minimum suatu fungsi dan pemakaian nilai maksimum dan minimum suatu fungsi.
1) Nilai Maksimum dan Minimum Suatu Fungsi
Jika kita perhatikan, gambar pegunungan, lembah-lembah, dan dasar danau, maka akan nampak seperti gambar grafik suatu fungsi di bawah ini.
Pada gambar tersebut terdapat titik tertinggi dipuncak gunung A dan titik terendah di dasar danau B. Juga terdapt puncak yang tidak lebih dari puncak gunung A, yaitu puncak lembah C dan lembah D yang tidak lebih rendah dari dasar danau B. Pada grafik fungsi titik A di sebut titik maksimum mutlak (absolute), titik b di sebut titik minimum mutlak (absolut), titik C disebut titik maksimum relatif, dan titik D disebut titik minimum relatif.
Dengan pemikiran yang sama pada ilustrasi di atas, maka dapat dikatakan bahwa:
Jika f(a) > f(x) untuk semua x pada domain f, maka f(a) merupakan nikai maksimum mutlak (absolute) dari fungsi f, sedangkan jika f(b) < f(x) untuk semua x pada domain f, maka f(b) nil;ai minimum mutlak (absolute) pada fungsi f. Nilai titik balik minimum suatufungsi pada domain f dapat berupa nilai maksimum mutlak atau nilai maksimum relative, demikian juga nilai balik minimum suatu fungsi pada domain f dapat berupa nilai minimum atau nilai minimum relative. Untuk mencari nilai maksimum mutlak dan minimum mutlak fungsi f pada interval tertutup [a,b] dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: a) Tentukan nilai stasioner fungsi f dalam interval tersebut. b) Tentukan nilai fungsi f(a) dan f(b). c) Selidikilah nilai tertinggi dan terendah pada (1) dan (2). 2) Pemakaian Nilai Maksimum dan Minimum Suatu Fungsi Nilai maksimum dan minimum suatu fungsi dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah praktis yang berkaitan dengan berbagai kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Yang dimaksud dengan masalah praktis adalah masalah yang mungkin timbul dalam kehidupan sehari-hari. Masalah-masalah yang demikian jarang mempunyai titik singular; faktanya, untuk masalah-masalah ini nilai-nilai maksimum dan minimum biasanya terjadi pada titik stasioner, walaupun titik-titik ujung harus diperiksa. Contoh 1: Carilah ukuran persegi panjang dengan keliling 100 meter, agar luasnya maksimum. Jawab: Andaikan p panjang, l lebar serta A luas, maka: A = p x l Karena kelilingnya 100 m, maka variabel p dan l dapat dinyatakan sebagai hubungan 2p + 2l = 100 atau l = 50 – p Jika disubtitusikan ke rumus luas di atas, akan diperoleh: A(p) = p(50 – p) A(p) = 50p – p2 Nilai p dan l masing-masing nonnegatif, sehingga variabel p terdapat pada interval 0 < p < 50 Penyelesaian berikutnya adalah: A'(p) = 50 – 2p Untuk A'(p) = 0, maka 50 – 2p = 0 P = 25 Luas mencapai maksimum A = 625 untuk p = 25, l = 25 Jadi ukuran pesegi panajang itu adalah 25 m x 25 m Contoh 2: Seorang peternak mempunyai 100 meter kawat berduri yang akan dipaki membuat dua pagar identik yang berdampingan, seperti diperlihatkan dalam gambar . Berapa ukuran seluruh kelilingnya agar luas luas maksimum? Jawab: Andaikan x adalah lebar dan y adalah panjang seluruh keliling, keduanya dalam meter. Karena tersedia 100 meter kawat, 3x + 2y = 100 yakni, y = 50 – 3/2x Luas total A diberikan oleh: A = xy = 50x – 3/2x2 Karena harus terdapat tiga sisi sepanjang x, maka kita lihat bahwa 0 < x < 100/3, jadi masalah kita adalah memaksimumkan A pada [0,100/3]. A'(x) = 50 – 3x Bilamana kita tetapkan 50 – 3x sama denagn 0 dan menyelesaikannya, kita peroleh x = 50/3. jadi terdapat tiga titik kritis : 0, 50/3, dan 100/3 . Kedua titik ujung 0 dan 100/3 memberikan A = 0, sedangkan x = 50/3 menghasilkan A = 416,67. Ukuran yang diinginkan adalah x = 50/3 meter dan y = 50 – 3/2(50/3) = 25 meter. e. Bentuk atau model penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual pada kompetensi dasar diferensial. Disini penulis akan mencontohkan salah satu bentuk atau model penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual pada kompetensi dasar diferensial khususnya pada subkompetensi dasar pemakaian nilai maksimum dan minimum suatu fungsi. Adapun bentuk sederhana penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual pada subkompetensi dasar pemakaian nilai maksimum dan minimum suatu fungsi sebagai berikut: 1) Kegiatan Awal a) Apersepsi, guru menghubungkan materi pelajaran yang lalu dengan materi pelajaran yang baru. b) Guru membagi siswa dalam kelas menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari lima sampai enam siswa. N0 Kel. Anggota Profesi 1. I 5 Petani 2. II 5 Tukang kayu 3. III 5 Pedagang 4. IV 5 Pengusaha 5. V 5 Nelayan 6. VI 5 Sopir 7. VII 6 Arsitek
8. VIII 6 Tukang Kebun
c) Guru membagi siswa dalam kelompok didasarkan pada adanya keterkaitan antara materi pelajaran yang diajarkan dengan profesi pekerjaan manusia atau masalah-masalah dalam kehidupan sehari.

2) Kegiatan inti
a) Guru menjelaskan sedikit tentang materi pelajaran subkompetensi dasar pemakaian nilai maksimum dan minimum suatu fungsi.
b) Guru memberi tugas kepada masing-masing kelompok untuk menemukan masalah-masalah dalam kehidupan sehari- hari yang berkaitan dengan materi pelajaran subkompetensi dasar pemakaian nilai maksimum dan minimum suatu fungsi sesuai dengan kelompok masing-masing.
c) Guru memberikan kepada masing-masing kelompok soal-soal tentang materi pelajaran subkompetensi dasar pemakaian nilai maksimum dan minimum suatu fungsi dan memotivasi siswa dalam penyelesaiannya.
d) Siswa berdiskusi secara berkelompok untuk menyelesaikan soal-soal tentang subkompetensi dasar pemakaian nilai maksimum dan minimum suatu fungsi dengan bimbingan dan pengawasan dari guru.
e) Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok ke depan kelas.
f) Guru mengevaluasi proses pemecahan masalah dan hasil presentasi siswa.
g) Guru membantu siswa dalam melakukan refleksi terhadap penyelesaian mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

3) Kegiatan akhir
a) Guru dan siswa menarik kesimpulan atas kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
b) Guru memberikan tugas kelompok maupun tugas individu sebagai tugas atau pekerjaan rumah kepada siswa.
c) Guru menutup kegiatan pembelajaran.


B. Prestasi Belajar Matematika
1. Konsep Belajar
Banyak pengertian belajar telah dikemukakan para ahli. Diantaranya adalah :
a. Menurut Gagne (1984) dalam Udin S. Winata Putra, dkk (2005:2.3), bahwa belajar adalah "suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman".
b. "Belajar adalah berusaha memahami sesuatu, berusaha memperoleh ilmu pengetahuan, berusaha agar dapat terampil mengerjakan sesuatu" (Badudu dan Zain, 2001:19).
c. "Belajar adalah berusaha beroleh kepandaian (ilmu dan sebagainya) dengan menghafal (melatih diri dsb)" (W.J.S. Poerwadarminta, 2006:15)
d. "Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu" (Depdiknas, 2002:17).

Dari pengertian tersebut, terdapat tiga atribut pokok (ciri utama) belajar, yaitu: proses, perubahan perilaku, dan pengalaman.
a. Proses
Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan merasakan. Seseorang dikatakan belajar bila pikiran dan perasaannya aktif.
b. Perubahan perilaku
Hasil belajar berupa perubahan tingkah laku. Seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya, baik yang berupa pengetahuan, ketrampilan motorik, atau penguasaan nilai-nilai (sikap).
c. Pengalaman
Belajar adalah mengalami; dalam arti belajar terjadi di dalam interaksi antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan pembelajaran yang baik adalah lingkungan yang merangsang dan menantang siswa belajar.
Berdasarkan hal-hal yang tersebut di atas penulis bisa menyimpulkan pengertian dari belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan merasakan yang menghasilkan perubahan tingkah laku baik yang berupa pengetahuan, ketrampilan motorik, atau penguasaan nilai-nilai (sikap) dan menghasilkan pengalaman.

2. Prinsip Belajar
Menurut Udin S. Winata Putra, dkk, (2005:2.7) bahwa, "prinsip belajar merupakan ketentuan atau hukum yang harus dijadikan pegangan dalam pelaksanaan kegiatan belajar". Sebagai suatu hukum, prinsip belajar akan sangat menentukan proses dan hasil belajar.


a. Motivasi
Motivasi berfungsi sebagai motor penggerak aktivitas. Bila motornya tidak ada, maka aktivitas tidak akan terjadi. Bila motornya lemah, aktivitas yang terjadipun lemah pula.
b. Perhatian
Perhatian erat pula kaitannya dengan motivasi bahkan tidak dapat dipisahkan. Perhatian adalah pusat energi psikis (fikiran dan perasaan) terhadap suatu objek.
c. Aktivitas
Belajar itu sendiri adalah aktivitas. Bila fikiran dan perasaan siswa tidak terlibat aktif dalam situasi pembelajaran, pada hakikatnya siswa tersebut tidak belajar. Penggunaan media dan metode yang bervariasi dapat merangsang siswa lebih aktif dalam belajar.
d. Umpan balik
Umpak balik di dalam belajar sangat penting, supaya siswa segera mengetahui benar tidaknya pekerjaan yang ia lakukan. Umpan balik dari guru sebaiknya yang mampu menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan meningkatkan pemahaman siswa akan pelajaran tersebut.
e. Perbedaan individual
Perbedaan individual adalah individu tersendiri yang memiliki perbedaan dari yang lain. Guru hendaknya mampu memperhatikan dan melayani siswa siswa sesuai dengan hakikat mereka masing-masing. Berkaitan dengan ini catatan pribadi setiap siswa sangat diperlukan.
Jadi dalam kegiatan pembelajaran seorang guru harus memegang kelima prinsip tadi, yaitu: motivasi, perhatian, aktivitas, umpan balik, dan perbedaan individu.
3. Pengertian Prestasi Belajar Matematika.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud prestasi belajar matematika, terlebih dahulu penulis uraikan tentang pengertian dari belajar:
a. Seperti yang tercantum dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia (Tri Kurnia Nurhayati (2002:345), pengertian dari prestasi adalah "hasil yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan dan sebagainya".
b. Arti belajar yang didefinisikan oleh Gagne ( 1984) dalam Udin S. Winata Putra, dkk. (2005:2.3) “Belajar adalah suatu proses dimana organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”.
c. "Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berfikir dan merasakan. Seseorang dikatakan belajar jika fikiran dan perasaannya aktif" (Tri Kurnia Nurhayati, 2002: 345).
Dari definisi diatas pengertian prestasi belajar matematika adalah hasil yang telah dicapai berupa perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang melibatkan proses mental dan emosional atau proses berfikir dan merasakan dalam mata pelajaran matematika.

4. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Matematika.
Faktor - faktor yang mempengaruhi prestasi belajar matematika antara lain:
a. Faktor - faktor eksternal yang dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Faktor Sosial
Faktor sosial adalah faktor yang menyangkut hubungan antara manusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial meliputi:
 Lingkungan keluarga
 Sekolah dan teman
 Masyarakat pada umumnya
2) Faktor non sosial
Faktor non sosial adalah faktor-faktor lingkungan yang bukan sosial, seperti lingkungan alam dan fisik. Misalnya:
 Keadaan rumah
 Ruang belajar
 Fasilitas belajar
 Buku sumber dan lainnya.
Disamping itu, diantara beberapa faktor eksternsl yang mempengaruhi proses dan prestasi belajar adalah peranan faktor guru atau fasilitator. Proses pembelajaran, khususnya yang berlangsung di kelas sebagian besar ditentukan oleh peranan guru.
Peranan yang paling dianggap dominan yaitu:
1) Guru sebagai demonstrator
2) Guru sebagai pengelola kelas
3) Guru sebagai fasilitator
4) Guru sebagai mediator
5) Guru sebagai evaluator
b. Faktor - faktor internal antara lain:
1) Faktor - faktor fisiologis.
Suatu faktor yang menyangkut keadaan jasmani atau fisik individu:
 Keadaan jasmani pada umumnya
 Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama panca indera.
2) Faktor - faktor psikologis.
Semua faktor yang menyangkut keadaan intelegensi, minat, sikap, dan motivasi yang berasal dari dalam individu sendiri.

5. Usaha Kearah Peningkatan Prestasi Belajar Matematika
Untuk melancarkan belajar dan meningkatkan prestasi belajar, hal - hal dibawah ini perlu diperhatikan:
a. Hendaknya dibentuk belajar kelompok.
b. Semua latihan hendaknya dikerjakan dengan sebaik - baiknya.
c. Mengesampingkan perasaan negatif.
d. Rajin membaca buku yang bersangkutan dengan pelajaran.
e. Berusaha melengkapi dan merawat baik alat -alat belajar.
f. Menjaga kesehatan dengan baik.
g. Waktu rekreasi gunakan dengan sebaik - baiknya.
h. Persiapan ujian minimal seminggu sebelum ujian

6. Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Prestasi Belajar Siswa
"Pengukuran, penilaian, dan evaluasi adalah tiga istilah yang sebagian orang memberikan arti yang sama, tetapi ketiga istilah tersebut memiliki arti yang berbeda", seperti yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2003:3) sebagai berikut:
 Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif.
 Menilai adalah mengambil suau keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif.
 Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah di atas, yakni mengukur dan menilai.
Di dalam istilah asingnya, pegukuran adalah measurement, sedang penilaian adalah evaluation. Dari kata evaluation inilah diperoleh kata Indonesia evaluasi yang berarti menilai (tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu).
a. Penilaian Pendidikan
Dalam pembelajaran yang terjadi di sekolah atau khususnya dikelas, guru adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas hasilnya. Dengan demikian, guru patut dibekali dengan evaluasi sebagai ilmu yang mendukung tugasnya, yakni mengevaluasi hasil belajar siswa. Dalam hal ini guru bertugas mengukur apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari oleh siswa atas bimbingan guru sesuai dengan tujuan yang dirumuskan.
Menurut pengertian lama, pencapaian tujuan pembelajaran yang berupa prestasi belajar prestasi belajar, merupakan hasil dari kegiatan belajar mengajar semata. Dengan kata lain, kualitas kegiatan belajar mengajar adalah satu-satunya faktor penentu bagi hasilnya. Pendapat seperti itu kini sudah tidak berlaku lagi. Pembelajaran bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan prestasi belajar, karena prestasi merupakan hasil kerja (ibarat sebuah mesin) yang keadaannya sangat kompleks.
Jika digambarkan dalam bentuk diagram akan terlihat sebagai berikut:
 Input adalah bahan mentah yang dimasukkan kedalam transformasi.
 Out put
Yang dimaksud dengan output atau keluaran adalah bahan jadi yang dihasilkan oleh transformasi.
 Tranformasi
Yang dimaksud dengan transformasi adalah mesin yang bertugas mengubah bahan mentah menjadi barang jadi; dalam dunia sekolah sekolah itulah yang dimaksud dengan transformasi.
 Umpan balik
Yang dimaksud dengan umpan balik; atau balikan adalah segala informasi baik yang menyangkut output maupun transformasi. Umpan balik ini sangat diperlukan sekali untuk memperbaiki input maupun transformasi.


b. Tujuan atau Fungsi Penilaian
Dengan mengetahui makna penilaian ditinjau dari berbagai segi dalam sistem pendidikan, maka dengan cara lain dapat dikatakan bahwa tujuan atau fungsi penilaian ada beberapa hal:
1) Penilaian berfungsi selektif
Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya.
2) Penilaian berfungsi diagnostic
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Disamping itu, diketahui pula sebab musabab kelemahan itu.
3) Penilaian berfungsi sebagai penempatan
Sistem baru yang kini banyak dipopulerkan di Negara barat, adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendiri dapat dilakukan dengan cara mempelajari sebuah paket belajar yang lain.
4) Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan

c. Subjek dan Sasaran Evaluasi
Dalam keterangan ini penulis mengkategorikan pelaksana evaluasi sebagai subjek dari evaluasi. Ada pandanganlain yang disebut dengan subjek evaluasi adalah siswa, yakni orang yang dievaluasi.
Dengan masih menggunakan diagram tentang transformasi maka sasaran penilaian untuk unsur-unsurnya meliputi:
1) Input, diantaranya mencakup:
 Kemampuan
 Kepribadian
 Sikap-sikap
 Inteligensi
2) Transformasi, diantaranya meliputi:
 Kurikulum/ materi
 Metode dan cara penilaian
 Sarana pendidikan/media
 Sistem administrasi
 Guru dan personal lainnya.
3) Out put
Penilaian terhadap lulusan suatu sekolah dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pencapaian/ prestasi belajar mereka selama mengikuti program. Alat yang digunakan untuk mengukur pencapaian ini disebut tes pecapaian atau achievement test.
d. Menskor dan Menilai
Menurut Suharsimi Arikunto (2003) dalam buku dasar-dasar evaluasi pendidikan bahwa, apa yang terjadi selama ini, banyak diantara para guru sendiri yang masih mencampuradukkan antara dua pengertian yaitu skor dan nilai.
a) Skor adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul smua oleh siswa.
b) Nilai adalah angka ubahan dari skor dengan menggunakan acuan tertentu, yakni acuan normal atau acuan standar.
Dalam menentukan angka (skor) untuk tes B-S kita dapat menggunakan 2 cara yaitu:
Pertama, dengan rumus:
Singkatan dari:
S = Score
R = Right
W = Wrong
Kedua, dengan rumus:
T singkatan dari Total, artinya jumlah soal dalam tes.
Dalam menentukan angka dalam soal bentuk tes pilihan ganda, dikenal 2 macam cara pula yakni tanpa hukuman dan dengan hukuman. Tanpa hukuman apabila banyaknya angka dihitung dari banyaknya jawaban yang cocok dengan kunci jawaban. Dengan hukuman menggunakan rumus:
Dimana:
S = Score
W = Wrong
N = Banyaknya pilihan jawaban (yang pada umumnya di Indonesia 3,4 atau 5)
e. Mengolah Nilai
Dalam mengolah nilai salah satu hal yang sangat diperlukan yaitu standart nilai. Menurut pendapat Grolund dalam (Suharsimi Arikunto, 2003) bahwa, skor-skor siswa direntangkan menjadi 9 nilai (disebut juga Standar Nines atau Stanines) seperti berikut ini:
Stanines Interpretasi
9 (4%) Tinggi (4%)
8 (7%) Di atas
7 (12%) Rata-rata (19%)
6 (17%) Rata-rata (54%)
5 (20%)
4 (17%)
3 (12%) Di bawah
2 (7%) Rata-rata (19%)
1 (4%) Rendah (4%)

Selain standar sembilan (stanines), ada pula yang menggunakan standar enam. Dalam hal ini, hanya berkisar antara 4 sampai 9, yaitu nilai-nilai 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Presentase penyebaran nilai dengan standar enam adalah sebagai berikut:
Standar Enam Interpretasi
9 (5%) Baik sekali
8 (10%) Baik
7 (20%) Lebih dari cukup
6 (40%) Cukup
5 (20%) Kurang
4 (5%) Kurang sekali

C. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Kompetensi Dasar Diferensial
Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang hangat dibicarakan pada akhir – akhir ini, sebab pendekatan pembelajaran ini merupakan pendekatan pembelajaran yang unggul dikarenakan selalu berangkat, berfikir dan bermuara pada hakekat peserta didik untuk mengembangkan berbagai kompetensi sesuai dengan potensi masing – masing dan selalu membuat keterkaitan antara materi pelajaran dengan masalah – masalah yang dihadapi dalam dunia nyata sehingga pembelajaran menjadi lebih aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
Karakteristik yang dimiliki mata pelajaran matematika apabila dipadukan dengan karakteristik yang dimiliki pendekatan pembelajaran kontekstual kemungkinan besar akan mencapai hasil kompetensi yang diharapkan khususnya pada kompetensi dasar diferensial.

D. Hipotesis
Sesuai dengan rumusan masalah yang ada maka hipotesis dalam penelitian ini termasuk jenis hipotesis asosiatif. Menurut Sugiyono (2006: 86) hipotesis asosiatif adalah suatu pernyataan yang mengandung dugaan tentang hubungan antara dua variable atau lebih.
Hipotesis statistiknya adalah:
Ho: ρ = 0
Ha: ρ ≠ 0
Dapat dibaca : Hipotesis nol, yang menunjukkan tidak adanya hubungan (nol = tidak ada hubungan). Hipotesis alternatifnya menunjukkan ada hubungan (tidak sama dengan nol, mungkin lebih besar dari nol atau lebih kecil dari nol).
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian serta kajian pustaka yang telah diuraikan diatas, maka hipotesis yang penulis kemukakan adalah:
“Ada pengaruh positif dan signifikan penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual terhadap prestasi belajar siswa pada kompetensi dasar diferensial siswa kelas XI semester II SMA Negeri I Kertosono Kabupaten Nganjuk Tahun Pelajaran 2007 / 2008”.




BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan penelitian
Paradigma penelitian adalah merupakan pola pikir yang menunjukkan hubungan antar variabel yang akan diteliti. Dengan paradigma penelitian itu, maka akan dapat digunakan dalam merumuskan masalah penelitian, merumuskan hipotesis penelitian dan menetukan teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan paradigma sederhana yang menunjukkan hubungan antara satu variable independen (X) dengan variabel dependen (Y).


Keterangan:
X = Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual.
Y = Prestasi belajar siswa pada kompetensi dasar diferensial
Berdasarkan judul yang penulis ajukan, jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif maka rancangan penelitian, , sehingga langkah-langkah penelitiannya tersusun sebagai berikut :
1. Meminta surat ijin mengadakan penelitian dari STKIP PGRI Nganjuk yang ditujukan kepada Kepala SMA Negeri I Kertosono Nganjuk.
2. Mengadakan observasi di SMA Negeri I Kertosono Nganjuk.
3. Menentukan populasi dan sampel penelitian.
4. Menentukan data yang akan dikumpulkan.
5. Menentukan sumber data.
6. Menentukan prosedur pengumpulan data.
7. Menentukan tempat dan waktu penelitian.
8. Mempersiapkan tabel untuk penyajian data.
9. Mengklasifikasikan data hasil penelitian.
10. Menganalisa data hasil penelitian untuk diambil kesimpulan.
11. Menyusun laporan penelitian.

B. Populasi dan sampel
1. Populasi
Ada beberapa pengertian tentang populasi menurut beberapa ahli diantaranya sebagai berikut:
a. Menurut Sugiyono (2008: 80) bahwa, ''Populasi adalah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya''.
b. Moh. Nazir (2005:271) menyatakan bahwa, "Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan''.
c. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2006:130): "Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian".
Berdasarkan beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa pengertian dari populasi adalah keseluruhan subjek penelitian dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan.
Populasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri I Kertosono Tahun Pelajaran 2007/2008 yang terdiri dari 8 (delapan) kelas yang berjumlah 320 siswa.
2. Sampel
Dalam hal ini penulis mengemukakan beberapa pengertian dari sample yaitu:
a. ''Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut'' (Sugiyono, 2008: 81).
b. "Sampel adalah bagian dari populasi" (Moh. Nazir, 2005:271)
c. "Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. (Suharsimi Arikunto,2006:131)
Dari beberapa pengertian diatas maka pengertian dari sampel adalah sebagian atau wakil dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
"Jika sebuah sampel yang besarnya n ditarik dari sebuah populasi finit yang besarnya N sedemikian rupa, sehingga tiap unit dalam sampel mempunyai peluang yang sama untuk dipilih, maka prosedur sampling dinamakan sampel random sederhana/ simple random sample" (Moh. Nazir, 2005: 279).
Untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung setidak-tidaknya dari:
a) Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga, dan dana.
b) Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.
c) Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sample besar, hasilnya akan lebih baik. (Suharsimi Arikunto, 2006:134)
Sampel yang penulis gunakan ditentukan dengan tehnik random sampling karena sifat populasinya homogen, sehingga masing - masing subjek penelitian dalam populasi mempunyai peluang yang sama. Dari 8 (delapan) kelas dengan menggunakan sistem random sampling diperoleh kelas XI IA2 sebagai sampel penelitian dengan jumlah 42 siswa.
C. Variabel Penelitian
Dalam penelitian kuantitatif, biasanya peneliti melakukan pengukuran terhadap keberadaan suatu variabel dengan menggunakan instrument penelitian. Setelah itu mungkin peneliti melanjutkan analisis untuk mencari hubungan satu variabel dengan variabel yang lain.
Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus peneliti untuk di amati. Variabel itu sebagai atribut dari sekelompok orang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu.
Variabel yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas
Variabel ini sering disebut variabel independent, variabel stimulus, input, prediktor, dan antecendent. Menurut Sugiyono (2006:3) bahwa, "Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat)". Jadi variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual.
2. Variabel terikat
Sering disebut juga variabel dependen, respon, output, kriteria, konsekuen. Menurut Sugiyono (2006:3) bahwa, "Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas".
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar siswa pada kompetensi dasar diferensial kelas XI Semester II SMA Negeri I Kertosono Kabupaten Nganjuk Tahun Pelajaran 2007/2008.

D. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.(Suharsimi Arikunto, 2006:129)
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Guru Matematika kelas XI SMA Negeri I Kertosono Kabupaten Nganjuk.
2. Siswa kelas XI SMA Negeri I Kertosono Kabupaten Nganjuk tahun pelajaran 2007-2008.

E. Instrumen Penelitian
Yang dimaksud instrumen penelitian adalah seperangkat alat untuk mengumpulkan data.
Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 137) instrumen penelitian harus memenuhi syarat - syarat sebagai berikut:
1. Validity (Kesatuan)
Data evaluasi yang baik yang sesuai dengan kenyataan disebut data valid., maka instrumen atau alat untuk mengevaluasinya juga harus valid. Dalam buku Encyclopedia of Educational Evaluation yang ditulis oleh Scarvia B. Anderson dan kawan – kawan disebutkan : “ A test is valid if it measures what it purpose to measure” atau jika diartikan kurang lebih demikian sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yamg hendak diukur. Dalam bahasa indonesia valid disebut dengan istilah shahih.(Suharsimi Arikunto, 2003: 64-65).
2. Reliability (keajegan atau keterhandalan)
Sehubungan dengan reliability ini, Scarvia B. Anderson dan kawan – kawan menyatakan bahwa persyaratan bagi tes yaitu validitas dan reliabilitas.
Instrumen penelitian dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Tes.
Merupakan suatu bentuk pertanyaan yang digunakan untuk mengukur:
1) Kemampuan siswa pada kompetensi dasar diferensial dan untuk mendapatkan data hasil tes pada kompetensi dasar tersebut. Sedangkan bentuk tes yang dikembangkan adalah tes subyektif esay sebanyak sepuluh butir soal.
2) Pemahaman dan minat siswa terhadap penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual. Bentuk tes yang dikembangkan untuk hal ini adalah tes subyektif esay sebanyak sepuluh butir soal.
b. Angket .
Angket ini digunakan untuk mengukur minat siswa terhadap penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual yang berisi tentang frekuensi penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam kegiatan pembelajaran dan juga tanggapan-tanggapan siswa terhadap pemahaman mereka tentang penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual dan juga tentang penerapannya.
c. Dokumen/ arsip.
Dokumen atau arsip digunakan untuk untuk memperoleh data umum tentang SMA Negeri I Kertosono kabupaten Nganjuk. Dokumen atau arsip didapatkan dari bagian tata usaha SMA Negeri I Kertosono kabupaten Nganjuk.

F. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode mengumpulkan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Masalah memberi arah dan mempengaruhi metode pengumpulan data. Banyak masalah yang dirumuskan tidak akan bisa dipecahkan karena metode untuk memperoleh data yang digunakan tidak memungkinkan, ataupun metode yang ada tidak dapat menghasilkan sesuai dengan yang diinginkan.
Menurut Sugiyono (2008:137) terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualiatas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Teknik tes
Tes adalah "serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan unuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok" (Suharsimi Arikunto, 2006:32)
Jadi teknik tes merupakan teknik pengumpulan data tentang kemampuan siswa melalui pemberian sejumlah soal. Teknik tes ini digunakan untuk mengetahui data-data tentang kemampuan siswa pada kompetensi dasar diferensial.
Menurut Muhammad Aly (2007) dalam buku yang berjudul Guru Dalam Proses Belajar Mengajar bahwa, jika ditinjau dari bentuk soal yang dapat digunakan, kita menggolongkan tes kedalam dua macam, yaitu:
a. Soal tes bentuk uraian (essay). Tes uraian ini terutama bertujuan untuk mengukur kemampuan apa yang terdapat dalam fikiran tentang suatu masalah yang diajukan. Jawaban diberikan dalam bentuk urain dalam suatu paragraph yang dapat dimengerti.
b. Soal tes bentuk obyektif (objectif test). Bentuk soal objectif banyak ragamnya. Setiap bentuk mempunyai nilai masing-masing sesuai dengan maksud dan tujuan diadakannya evaluasi itu sendiri. Yang populer di antara banyak jenis tes obyektif ialah:
1) Bentuk pernyataan Benar – Salah (B-S).
2) Bentuk pilihan jamak (Multiple Choice)
3) Bentuk melengkapi kalimat atau isian (Completion)
4) Bentuk menjodohkan (Matching)
Dalam penelitian ini digunakan jenis tes bentuk uraian (essay) untuk mengukur kemampuan siswa pada kompetensi dasar diferensial dan untuk mendapatkan data hasil tes pada kompetensi dasar tersebut serta mengukur tingkat pemahaman dan minat siswa terhadap penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual.
2. Teknik angket/ kuesioner
Sebagian besar penelitian umumnya menggunakan kuesioner sebagai metode yang dipilih untuk mengumpulkan data. Kuesioner atau angket memang mempunyai banyak kebaikan sebagai instrument pengumpul data.
Menurut suharsimi Arikunto (2006:225) bahwa, sebelum kuesioner disusun, maka harus dilalui prosedur:
a. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai dengan kuesioner.
b. Mengidentifikasikan variable yang akan dijadikan sasaran kuesioner.
c. Menjabarkan setiap variable menjadi sub variable yang lebih spesifik dan tunggal.
d. Menentukan jenis data yang akan dikumpulkan, sekaligus untuk menentukan teknik analisisnya.
Dalam penelitian ini angket digunakan untuk mengukur minat siswa terhadap penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual yang berisi tentang frekuensi penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam kegiatan pembelajaran dan juga tanggapan-tanggapan siswa terhadap pemahaman mereka tentang penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual dan juga tentang penerapannya.
3. Metode dokumentasi
Menurut suharsimi Arikunto (2006:225) bahwa, "tidak kalah penting dari metode-metode lain, adalah metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya".
Dibandingkan metode yang lain, maka metode ini agakm tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati.
Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mencari data umum tentang SMA Negeri I Kertosono kabupaten Nganjuk.

G. Teknik Analisis Data
Dalam pengelolaan data sesuai permasalahan yang ada maka penelitian ini menggunakan teknik analisis kuantitatif. Sedangkan teknik yang digunakan disini adalah koefisien korelasi product moment.
Adapun rumus yang dipergunakan untuk menghitung korelasi adalah sebagai berikut :

Keterangan:
: Koefisiensi korelasi antara variabel x dan variabel y
X : Nilai dari variabel X
Y : Nilai dari variabel Y
X : Jumlah nilai dari variabel X
Y : Jumlah nilai dari variabel Y
X² : Jumlah kuadrat variabel X
Y² : Jumlah kuadrat variabel Y
XY : Jumlah hasil kali antara nilai variabel X dan nilai variabel Y
N : Jumlah responden X dan Y
(Suharsimi Arikunto, 2006:274)
cara membeikan interpretasi adalah sebagai berikut:
1. a. Merumuskan hipotesis alternatif (Ha) : “Ada pengaruh signifikan antara variabel X dan variabel Y”.
b. Merumuskan hipotesis nihil/nol (Ho) : “Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel X dan variabel Y”.
2. Menguji kebenaran atau kepalsuan dari hipotesis yang kita ajukan dengan jalan memperbandingkan besarnya “r” yang kita peroleh dalam proses perhitungan dengan besarnya “r” yang tercantun dalam tabel nilai “r” product moment, dengan terlebih dahulu mencari derajat bebasnya atau degree of freedom (df) yang rumusnya adalah sebagai berikut:
df = N - 2
dengan diperolehnya db atau df maka dapat dicari besarnya “ ” pada taraf signifikansi 5% atau 1%.
Selanjutnya untuk menguji hipotesis menggunakan kriteria sebagai berikut:
a. Jika > dengan signifikansi 5 % atau 1% maka Ha diterima dan Ho ditolak.
b. Jika < dengan signifikansi 5 % atau 1% maka Ha ditolak dan Ho diterima.
Keterangan:
= Koefisien korelasi dari hasil perhitungan.
= Koefisien korelasi dari tabel.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2003). Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya
Djati Kerami dan Sitanggang, Cormbutyua. (2003). Kamus Matematika. Jakarta: Balai Pustaka.
Johnson, Elaine B. (2006). Contextual Teaching And Learning. Bandung: Penerbit MLC
Kunandar, S.Pd, M.Si. 2006. Guru Profesional.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian. Bogor Selatan: Penerbit Ghalia Indonesia.
Negoro, ST. dan Harahap,. B. (1982). Ensiklopedia Matematika. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Noormandiri,. BK. (2004). Matematika untuk SMA jilid 2A kelas XI program IPA. Jakarta: Erlangga
Nurhayati, Tri Kurnia. (2002). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Eska Media
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta
Uno, Hamzah B. (2007). Model Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Winataputra, Udin S. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka
Djati Kerami dan Sitanggang, Cormbutyua. (2003). Kamus Matematika. Jakarta: Balai Pustaka.
Drs. BK. Noormandiri,M.Pd. 2004. Matematika untuk SMA jilid 2A kelas XI program IPA. Jakarta: Erlangga
Elaine B. Johnson, Ph.D.2006. Contextual Teaching And Learning. Bandung: Penerbit MLC
Kunandar, S.Pd, M.Si. 2006. Guru Profesional.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Moh. Nazir, Ph.D. 2005. Metode Penelitian. Bogor Selatan: Penerbit Ghalia Indonesia.
Prof. DR. H. Hamzah B. Uno, M.Pd. 2007. Model Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Prof. Dr. Sugiyono.2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta
Prof. Dr. Suharsimi Arikunto.2003. Dasar – dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Prof. Dr. Suharsimi Arikunto.2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya
ST. Negoro dan B. Harahap.1982. Ensiklopedia Matematika. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tri Kurnia Nurhayati, S.S M.Pd. 2002. Kaus Lenakp Bahasa Indonesia. Jakarta: Eska Media
Udin S. Winataputra.2005. Strategi Belajar Mengajar.Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka

Tidak ada komentar: